Masjid Jami' Lasem Rembang (Sumber: panoramio.com) |
Ahad siang (10/1) saya kedatangan tamu
istimewa dari semarang, ia adalah teman kuliah saya di salah satu perguruan
tinggi islam negeri di kudus, yakni m. chaidir ali, ia asli jepara, namun ahad
pagi itu di dari kota semarang karena sudah dua minggu berkarya di ibu kota
provinsi jawa tengah tersebut.
Sekitar pukul 10.50 WIB, dia sampai di rumah
saya, sayapun persilahkan masuk ke dalam rumah saya, sekitar 30 menit ngobrol
tentang studi kita, akhirnya dia ngajak saya pergi ke kota pati untuk mengambil
HSS di rumah ketua kelas kita, aji musthofa. Namun sebelum meluncur ke sana,
terlebih dahulu idin (nama panggilan akrab saya untuk m. chaidir ali) mengajak
saya ke sebuah konter yang ada di desa daren nalumsari jepara untuk membeli
pulsa.
Sekitar pukul 11.35. WIb kita berangkat dari
konter tersebut menuju kota pati, teatnya di desa batangan kecamatan juwana,
kabupaten pati, di mana desa tersebut berbatasangan dengan kabupaten rembang,
dan rumahnya aji (biasa saya memanggail musthofa aji) dekat dengan obyek wisata
terkenal yang ada di kota pati, yakni juwana water fantasi (JWF) yang jaraknya
sekitar 100 meter saja dari obyek wisata tersebut.
Karena idin belum punya Surat ijin mengemudi
(SIM-C) maka motornya saya kendarai, dan ia duduk dibelakang, karena saya sudah
mempunyai Surat ijin mengemudi (SIM-C). Disamping itu juga ia tidak tahu jalan
untuk bisa sampai sana, akhirnya saya yang menunjukkan jalan untuk bisa sampai
di rumahnya aji, karena beberapa hari yang lalu saya baru saja bersilaturrahim
ke rumahnya aji bersama teman-teman kampus saya saat pengambilan HSS dari
kampus senin (4/1). Makanya saya tahu jalan untuk bisa sampai ke rumahnya aji.
Ketika sampai di stasiun pengisian bahan
bakar umum (SPBU) desa panjang, bae kudus. kami memutuskan untuk berhenti
sejenak untuk mengisi bahan bakar premiaun untuk kendaraan kami, sekitar 5
menit kita mengantri, akhrinya kami bisa mengisi penuh bahan bakar untuk
kendaraan kami.
Kemudian kita melanjutkan lagi perjalanan
kami menuju ke kota pati, sekitar 1 jam lebih 20 menit, kita sampai di rumahnya
aji, di desa batagan, juwana, kota pati. Sesampainya di sana kami dipersilahkan
masuk oleh aji untuk istirahat, karena habis perjalanan jauh sekitar 40
kilometeran. Sekitar satu jam kita ngobrol, kita akhirnya memutuskan untuk
melaksanakan ibadah sholat dzuhur terlebih dahulu, karena kami tadi belum
sempat sholat saat menuju ke rumahnya
aji. Kamipun diajak sholat aji ke masjid di belakang rumahnya, di mana masjid
tersebut merupakan masjid satu-satunya di kampung tersebut.
Usai sholat dzuhur, kami kembali ngobrol,
hingga adzan ashar berkumandang, kemudian kita putuskan untuk sholat ashar
berjamaah di masjid tersebut, usai sholat ashar, idin mengajak saya untuk
bersilaturrahim ke rumah temannya yang ada di lasem rembang, yakni di sekitar
masjid besar di lasem rembang, usai sholat ashar tersebut, kami melanjutkan
perjalanan untuk menuju lasem rembang.
Sekitar perjalanan 40 menit dari rumahnya
aji, akhirnya kita sampai di rumah temannya idin, yang dimana ruamhnya tersebut
satu komplek dengan pondok pesantren ternama
di lasem rembang, yang di asuh oleh abahnya teman idin tadi. Sesampainya di
sana kita dipersilahkan masuk ke dalam rumahnya. Ketika saya masuk ke dalam
rumahnya, saya langsung sedikit kaget dengan arsitektur rumah yang mirip sekali
dengan rumah-rumah orang tingkok, tidak hanya bentuk rumahnya, namun pintu
masuk rumahnya pun masih terdapat tulisan china lengkap dengan bentuknya yang
persis sekali seperti di tiongkok. Disamping itu, bentuk bangunan pondok
pesnatren yang lama pun masih mirip dengan bentuk bangunan di tingkok.
Usai ngobrol sekitar 20 menit, teman idin
tadi mengajak kita pergi ke pantai caruban, di mana pantai tersebut merupakan
pantai yang menjadi primadona di lasem, sekitar 15 menit perjalanan dari
rumahnya, kita sudah sampai di pantai caruban. Hanya dengan membayar uang Rp.
3000 permotor kita bisa menikmati keindahan pantai caruban sepuasnya. Namun
ketika perjalanan ke pantai tersebut, mata saya kembali kagum dengan daerah lasem
ini, di mana hampir seluruh daerah lasem yang saya lewati tadi saya menemukan
sebuah bangunan-bangunan yang bentuknya mirip dengan di tiongkok, lengkap
dengan tulisan khas bahasa china tadi.
Tidak hanya bangunan pesantrem dan rumah
warga saja, kantor kepolisian lasem juga bentuknya persis seperti di tiongkok.
Perjalanan 15 menit tersebut telah membukakan mata saya bahwa, daerah lasem ini
dulunya merupakan daerah dengan penduduk dari tingkok, ini terbukti dengan
banyaknya peninggalan bangunan-bangunan dengan arsitektur tiongkok dan juga
banyak keturunan tiongkok yang masih hidup di daerah lasem ini. namun mayoritas
warga di daerah lasem sudah beragama islam. Meskipun ada sebagain masih yang
beragama non islam.