Mungkin bagi sebagian orang memaknai sebuah kegembiraan dan
kebahagiaan itu butuh uang yang banyak. Namun bagi saya bahagia itu bisa kita
raih tanpa membutuhkan uang yang banyak. Kita bisa menikmati kebahagiaan dengan
cara-cara yag sederhana, sesuai dengan hati kita.
Seperti halnya hari ini, selasa 27 oktober 2015. saya
menikmati hari dengan penuh optimis dan bahagia. Meskipun saya hanya
mengantongi uang Rp. 12.000 saja, saya sudah bisa menikmati kebahagiaan yang
luar biasa indah.
Bahagia tak selalu soal barang-barang mewah, uang yang
banyak. Tetapi kebahagian bisa kita raih hanya dengan hati yang senang, jiwa
yang tenang, berkumpul dengan orang-orang yang kita sayangi. Meskipun itu
dengan keadaan yang sederhana, tetapi kebersamaan dan saling melempar senyuman
itu sudah cukup untuk membuat kita bahagia.
Setiap hari selasa saya mengawali hari penuh dengan optimisme
tinggi dan semangat untuk menghadapi hari dengan senyuman, begitu juga dengan
hari ini, saya semangat sekali menjalani hari. Karena selalu ada
sahabat-sahabat saya yang selalu menghiburku dan juga membuatku tersenyum
bahagia.
Hari ini saya dan sahabat-sahabat saya bersilaturrahim di
rumahnya mas mahfud hasan alfarisi yang tidak jauh dari lokasi kampus kami,
hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menitan untuk bisa sampai di sana.
Sesampainya di sana kita memuji Tuhan dengan kalam-kalamNya yang indah.
Dilanjut dengan obrolan-obrolan segar yang berkesan. Di situlah letak
kebahagiaannya, kita bisa berkumpul, bercanda, bersilaturrahim, dan juga
berdo’a. itulah kebahagiaan yang tak ternilai harganya, meskipun hanya
sederhana. Namun bisa membuat kita senang dan tertawa lepas.
Usai bersilaturrahim saya diajak main playstation di dekat
lampu merah desa panjang, awalnya saya agak sedikit ragu karena sudah setahun
lebih saya tak main begituan, namun karena teman-teman yang ngajak, saya
akhirnya ikut. Ternyata asyik juga bisa main PS dengan triak-triak seperti
orang bodoh. Dan hal yang tak kuduga saya bisa menang lawan si herman, dan
imbang lawan mister jum. Hhhhhh
Sejak pertengahan bulan agustus tahun 2015 ini, saya
menjalani studi di salah satu perguruan tinggi negeri islam yang ada di kudus,
awalnya saya ragu untuk bisa menikmati masa-masa menjadi anak kuliah. Namun
setelah saya menemukan orang-orang yang gokil, lucu, ispiratif dan berbagai
macam latar belakang dan tempat tinggal yang berbeda-beda, saya menemukan
sebuah keluarga kecil yang nyaman untuk aku ajak menjalani kehidupan kampus,
keluarga kecil itu ialah kelas eL pendidikan agama islam. Ya di sana saya
merasa bahagia bisa berdiskusi dengan orang-orang gokil.
Saya sering melempar candaan-candaan ketika waktu kuliah
sedang berlangsung, dan mereka pun juga bisa merespon dan menanggapinya. Inilah
yang saya kira sebuah kebahagian ketika hati kita senang dan kita bisa tertawa
lepas menikmati kehidupan yang kadang keras ini.
Saya juga merasa menemukan sosok yang membuat saya menjadi
iri hati sekaligus kagum. Sosok itu ialah kang mus sapaan akrabnya. Awalnya dia
dipanggil mustaqim, suatu hari ketika dosen memanggil namanya tak sengaja saya
berucap kang mus, dan teman-teman kemudian memanggil juga kang mus.
Saya juga bertemu chaidir ali yang bisa saya panggil idin,
sebelumnya saya sudah menegnal ia ketika di organisasi IPNU di daerah saya, dia
di ranting/desa saya di anak cabang/kecamatan. Dan tak sengaja kita ketemu di
waktu orientasi pengenalan akademik dan kemahasiswaan (OPAK), dan kebetulan
juga dia satu kelas dengan saya. Dia juga sosok yang alim, taat agama, pandai
dalam ilmu agama.
Teman yang sering saya jailin itu abdul wajid imam, yang
saya sering panggil pak wajid. Ia sering saya jak bercanda dengan
obrolan-obrolan yang segar dan sedikit membuat otak dia berfikir panjang
karena, hingga dia menjuluki saya liberal.
Si herman juga tak mulai mendekat dengan obrolanku dengan
wajid, sehingga dia mulai bisa memahami apa yang sering kita obrolkan bersama,
bahkan dia sering bikin kita ketawa lebar karena perkataan yang lebih liberal
dari saya. kemudian ada rifal dan alfi yang sama-sama unik dan liberal. Hingga kalau saya, wajid, herman, rifaldi, dan alfi ngobrol bisa ketawa
terpingkal-pingkal hingga teman-teman yang lain menganggap kita “five liberal”.
Dan tidak lupa juga mas chaidir, mahfud hasan, mahfud amin, aji, jumadi,
ridho, purwadi, luthfi dan asif.
Kita sering menghabiskan waktu di kelas dengan
obrolan-obrolan yang jauh dari kata mahasiwa yang membuat kita menjadi terhibur
dan bahagia. Saya selalu memancing obrolan dengan hal-hal yang di luar kepala,
sehingga mereka akan berpikir untuk menanggapi omongan saya dengan hal-hal yang
aneh juga, sehingga terkadang gak nyambung dan di situlah terkadang letak
gokilnya.